Selepas
sholat magrib berjamaah di mushola seperti biasa saya bertemu dengan rohmat,
salah satu kenalan yang saya kenal di warung sewaktu dia makan di warung kami.
Sudah sejak lama saya melihatnya terutama di mushola ketika sholat berjamaah
tapi baru beberapa minggu yang lalu kami berkenalan. Anak muda yang satu ini
saya perhatikan tekun beribadah, memang belum banyak kesehariannya yang saya
tau, tapi saya bisa belajar darinya hanya dari sebaris kata ketika
memperkenalkan adiknya, sebaris kalimat itu “Adik saya lulusan SMP”.
Saya
tidak bertanya ‘kenpa ga dilanjutin sekolahnya?’ tapi Seolah bisa menyelami
masa lalu dan kehidupan keluarganya dari sebaris kalimat itu, saya lebih
memilih untuk menyayat bathin saya sendiri tentang ‘label’ pendidikan dan kadar
rezeki seseorang. Adik rohmat ini sudah beberapa minggu selalu ikut dia ditiap
sholat berjamaah di mushola dan tinggal bersamanya dengan anak istrinya,
anaknya pendiam dan kalem. Saya merasa tau doa apa yang mereka naikkan ke Allah
ditiap selesai sholatnya – Pekerjaan dan secara umumnya tentunya perbaikan
rezeki.
Ijazah dan Rezeki
Dulu
saya berpandangan bahwa rezekimu berbanding lurus dengan tingginya status
pendidikanmu. Tapi sekarang tidak. Dalam perjalanan sepulang dari mushola, mendengar sebait kalimat
itu terlintas dipikiran saya bahwa ‘segala sesuatu yang dibuat segolongan
manusia tidak akan mungkin menggeser ketentuan yang dibuat Allah’. Semisal
ijazah yang seolah menjadi teramat sangat wajib bagi tiap orang dibumi ini
untuk bersekolah padahal sekolah hanya mengajarkan seupil semut ilmu pengetahuan (hehe...saya ga tau kalau semut punya
upil lho – ngarang). Tapi dibenak hampir semua orang sudah tertanam semakin tinggi sekolahmu
maka semakin baik kehidupanmu, padahal tidak.
Saya
seharusnya merasa tersindir dengan sebaris kalimat itu, alangkah kurang
bersyukurnya saya. Dalam hal pendidikan saya termasuk anak yang berprestasi
tapi dalam hal karir dan pekerjaan saya merasa jeblok. Ilmu yang saya dapat
disekolah hanya dasar hitung-hitungan yang saat ini banyak terpakai selebihnya
ilmu pengetahuan pendukung yang tidak banyak terpakai.
Disini
saya ingin menulis pesan untuk menyemangati khususnya untuk diri saya sendiri
dan pembaca blog ini : “Rezeki kita
tidak ditentukan seberapa tinggi sekolah kita, tapi Rezeki kita ditentukan oleh
seberapa bersemangatnya kita menjemput rezeki yang Allah sudah sediakan dan
Allah mempersilahkan kita untuk mengambilnya semampu kita”.
Semoga tulisan ini memberikan manfaat bagi pembaca sekalian jika ada yang menambahkan dan memberikan masukan agar menambah pemahaman kami semua pembaca blog ini.
Penentu Besarnya Rezekimu
Reviewed by Taupik Widayanto
on
October 29, 2014
Rating:
No comments: