Pagi itu seperti biasa fatih
bergegas setelah sholat subuh menuju lokasi tempatnya berdagang, Setelah
beberapa hari libur berjualan pagi itu agak terasa berbeda, walau baru 4 hari
berjualan ia banyak mendapatkan pelajaran saat menunggu barang daganganya.
Hari pertama memulai usahanya ia
tidak banyak berharap tentang berapa jumlah gelas bubur yang akan terjual,
misinya saat itu hanya satu mengalahkan ketakutannya dan membentuk mental
wirausaha. Harapan kelancaran dalam prosesnya selalu ia bawa dalam doanya.
Hati yang berdebar, perasaan yang
tidak menentu ketika ia menggelar dagangannya sama sekali tidak ia rasakan,
semua proses ia lalui dengan semangat. Porsi pertama ia tidak jual, malah ia
membagi 2 porsi ke tukang ojek dan tadaa... pembeli pertama datang yaitu anak
SMA yang diikuti pembeli-pembeli selanjutnya, wah hari pertama ia mendapat
penjualan yang diluar dugaan ada yang membeli 1 ada yang membeli 2. Padahal ia
sempat mengira kalau biasanya saat membuka usaha hanya akan terjual 1 atau 2
atau malah tidak terjual sama sekali. Disela-sela menjual ia juga memberikan 2
porsi buburnya kepada kakek-kakek pemulung yang lewat di depan boothnya. Maklum
ia punya sifat suka berbagi dan tidak tegaan.
Penjualan hari-harinya tidak
menentu malah terkadang hanya 1 porsi terjual, pasalnya ditempat itu ia hanya
memanfaatkan lalu lalang orang saat berangkat kerja dan sekolah yang hanya
butuh waktu berjualan 2 jam.
Hari-hari berjualan selama 4 hari
di akses keluar perumahan bojong gede depok ia lalui tanpa beban dan banyak
cerita kehidupan yang melintas di pikirannya saat mengamati orang berlalu
lalang menuju tempat mereka mencari nafkah, dan anak-anak berangkat kesekolah.
Pagi disana selalu krodit
Mayoritas mereka bekerja di
Jakarta, arah dari Bogor dan perumahan menjadi satu pertemuan yang tidak bisa
tidak selalu menimbulkan kemacetan apalagi jika tidak ada bapak polisi yang
mengatur. Sering di pertigaan tempatnya berjualan ada orang bertengkar karena
tidak sabaran kepengen cepet-cepet sampai ketempat tujuan kali ya, ada juga
yang tengkar karena pengendara lain salah mengambil jalur, suara klakson motor
dan mobil yang tiada hentinya, wah...pokoknya kacau tiap pagi disana.
Saat berjualan dan mendapat
penjualan yang bagus fatih berpikir, ia yang berjualan tidak lebih dari 2 jam
bisa mendapatkan uang yang bisa memuaskan perasaannya dan saat mereka masih dalam
perjalanan ketempat kerja ia malah sudah membereskan dagangannya dan bersiap
pulang. Dalam hati ia tersenyum melihat uang-uang yag dihasilkannya karena ia
tidak mengalami kemacetan, pertengkaran, kroditnya arus jalan raya, politik
kotor rekan kerja, dan lain sebagainya. Yang ia pusingkan hanya bagaimana
usahanya bisa berkembang, penjualannya bisa meningkat dan menghasilkan lebih
banyak lagi agar ia juga bisa membantu lebih banyak orang.
Kedai pertama
Hari itu ia dan adiknya
memutuskan untuk menyewa sebuah kios permanen untuk membuka usaha kedainya,
hari pertama jualan 6 porsi terjual, hari kedua dan ketiga tidak ada satupun
yang terjual, perasaan sedih, kecewa rasakan tapi juga tidak lama karena ia
kembalikan semuanya kepada yang maha kuasa karena memang yang ia yakini semua
sudah ada pada ketentuanNya. Ia berpikir keras bagaimana caranya supaya bisa
menarik lalu lalang orang yang melintas untuk mampir ke kedainya, mulai dari
menarik perhatian dengan menjual produk lain, membuat banner promosi terlintas
dipikirannya, bahkan ia juga terpikir untuk mencari mentor bisnis agar ada
orang yang mengarahkannya dan tidak salah jalan.
Pagi yang krodit
Reviewed by Taupik Widayanto
on
October 22, 2013
Rating:
No comments: